Abu Bakar lahir setelah tahun gajah, maka beliau lebih muda dari
Rasulullah karena Rasul dilahirkan di tahun gajah. Tetapi para ulama bersilang
pendapat tentang mengenai jarak waktu antara tahun gajah dengan waktu kelahiran
beliau. Diantara para ulama berpendapat bahwa beliau dilahirkan 3 tahun selepas
tahun gajah, ada yang berpendapat 2 tahun 6 bulan, ada yang berpendapat 2 tahun
beberapa bulan tanpa menetapkan jumlah bulannya. Adapun gelar Abu Bakar adalah
kerena beliau adalah orang laki-laki pertama yang memeluk Islam, yang kemudian
mendapatkan gelas Ash-Siddiq (yang berkata benar) karena beliau adalah orang
selalu menyakini dan membenarkan setiap yang disampaikan Rasul. Terutama
setelah Abu Bakar menjadi orang pertama yang melangsungkan membenarkan Isra’
dan Mi’raj, sehingga jadilah nama beliau sebagaimana yang kita kenal “Abu Bakar
Ash Siddiq”.
Abu (Bapak) dan
Bakar (Pagi). Pengorbanan Abu Bakar terhadap Islam tidak dapat diragukan. Ia
juga pernah ditunjuk Rasul sebagai penggantinya untuk mengimani shalat ketika
Nabi sakit. Nabi Muhammad pun meninggal dunia setelah peristiwa tersebut.[1]
Tercatat dalam sejarah dia pernah membela Nabi Tatkala Nabi disakiti oleh suku
Quraish, menemani Rasul Hijrah, membantu kaum yang lemah dan memperdekakannya,
seperti yang dilakukannya terhadap Bilal, setia dalam setiap peperangan dan
lain-lainnya.[2]
Abu Bakar adalah
sahabat Rasulullah SAW. Pada suatu hari, dia hendak menemui Rasulullah SAW,
ketikan ketemu dengan Rasulullah SAW, dia berkata “Wahai Abdul Qosim
(panggilan Nabi), ada apa denganmu, sehingga engkau telah berkata di majlis
kaummu dan orang-orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek
moyangmu dan lain lain lagi..? Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya aku adalah
utusan Allah SWT dan aku mengajak kamu kepada Allah SWT, setelah selesai
Rasulullah berbicara, Abu Bakar pun langsung masuk Islam. Melihat keislamannya
itu beliau gembira sekali, tidak ada seorangpun yang ada diantara kedua gunung
di Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan beliau. Kemudian Abu Bakar
menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Saad
bin abi Waqas, mengajak mereka untuk masuk Islam. Lalu merekapun masuk Islam.
Hari berikutnya Abu Bakar menemui Utsman bin Mazhum, Abu Ubaidah bin Jarrah,
Abdurarahman bin Auf, Abu Salamah bin Abdul Saad, dan Arqam bin Abil Arqam,
juga mengajak mereka untuk masuk Islam, dan mereka semua juga masuk Islam.
Sedangkan Istrinya
Qutailah binti Abd-al_Uzza tidak menerima Islam sebagai agama sehingga Abu
Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain, Ummu Ruman, menjadi Muslimah.
Sehingga ia dan Abd Rahman berpisah. Masuknya Abu Bakar berpengaruh besar dalam
Islam. Teman-teman dekatnya diajak untuk masuk Islam. Mereka yang masuk Islam
karena diajak oleh Abu Bakar adalah :
1.
Utsman
bin Affan (yang akan menjadi Khalifah ketiga)
2.
Al-Zubayr
3.
Talhah
4.
Abdur
Rahman bin Awf
5.
Sa’d
ibn Abi Waqqas
6.
Umar
ibn Masoan
7.
Abu
Udaidah ibn al-Jarrah
8.
Abdullah
bin Abdul Asad
9.
Abu
Salma
10.
Khalid
bin Sa’id
11.
Abu
Hudhaifah bin al- Mughirah
Sebagaimana yang juga
dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan
yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek
moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang berasal dari
golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh
para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal
ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan membelikanya
dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan.[3]
1.
Nama Abu Bakar Ash-Siddiq
Abu Bakar adalah
orang pertama kali (lelaki) masuk Islam Walaupun khadjah lebih terdahulu masuk
Islam dari padanya, adapun dari golongan anak-anak, Ali yang pertama kali
memuluk Islam, sementara Zaid bin Haritsah adalah yang pertama kali masuk Islam
di golongan budak.
Ternyata keislam
Abu Bakar paling banyak membawa manfaat besar terhadap Islam dan kaum muslimin
dibandingkan dengan keislaman selainnya, kerena kedudukan yang tinggi dan
semangat serta kedakwahannya yang sungguh-sungguh.
2.
Karakteristik Abu Bakar
Abu Bakar adalah
seorang yang bertubuh kurus, berkulit putih Aisyah menerangkan karakter
bapaknya,”Beliau berkulit putih, kurus, tipis pipihnya, kecil pinggang
(sehingga kainnya selalu turun dari pinggangnya), wajah selalu berkeringat,
hitam matanya, berkening lebar, tidak bisa bersaja, dan selalui mewarnai
jenggoknya dengan memakai hinai maupun katam.
Adupun Akhlaknya
beliau terkenal dengan kebaikannya, keberanian, kokoh pendirian, mempunyai
ide-ide cermelang, dan toleransi.
3.
Keluarga Abu Bakar
1.
Abu
Bakar pernah menikahi Qutailah binti Abd al-Uzza bin Abd bin As’ad pada masa
Jahiliyyah dan mempunyai nama Abdullah dan Asma
2.
Abu
Bakar pernah menikahi Ummu Ruman binti Amir bin Umam bin Zuhal bin Dahma dari
Kinanah dan mempunyai anak Abdulrahma dan ‘Aisyah
3.
Abu
Bakar pernah menikahi Asma’ binti Umais bin Ma’add Taim al-Khats’amiyyah dan
sebelumnya Asma’ diperistri ja’far bin Abin Thalib.dan mempunyai anak Muhammad
bin Abu bakar.
4.
Abu
Bakar pernah menikahi Habibah binti Kharizah bin Zaid bin Abi Zuhair dari Bani
al-Haris bin al-Khazraj dan mempunyai anak Ummu Kaltsum setelah wafatnya
Rasulullah SAW.[4]
B.
ABU BAKAR DI BAITKAN KHALIFAH
Berita wafatnya Nabi
Muhammad SAW, bagi para sahabat dan kaum Muslimin adalah seperti petir di siang
belong karena sangat cinta mereka kepada beliau. Apalagi bagi para sahabat yang
biasa hidup bersama di bawah asuhan beliau . Mereka paling diperlihatkan adalah
beliau, sehingga ada orang tidak percaya akan kabar wafatnya beliau.
Di antaranya adalah sahabat Umar bin Khattab yang dengan
tegas membantah setiap orang yang membawa kabar wafatnya beliau, bahkan Umar
bin Khattab mengancam akan membunuh barang siapa yang mengatakan bahwa Nabi
Muhammad SAW wafat.
Di saat keadaan gempar yang luar biasa ini datanglah
sahabat Abu Bakar untuk menenangkan kegaduhan itu, ia berkata di hadapan orang
banyak; "Wahai manusia, siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad
sudah wafat, dan barang siapa menyembah Allah, Allah hidup tidak akan mati
selamanya".
Setelah kaum Muslimin dan para sahabat menyadari tentang
wafatnya Rasulullah SAW, maka Abu Bakar dikagetkan lagi dengan adanya
perselisihan faham antara kaum Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang akan
menggantikan Nabi sebagai khalifah kaum Muslimin. Pihak Muhajirin menghendaki
dari golongan Muhajirin dan pihak Anshar menghendaki pihak yang memimpin.
Situasi yang memanas inipun dapat diatasi oleh Abu Bakar, dengan cara Abu Bakar
menyodorkan dua orang calon khalifah untuk memilihnya yaitu Umar bin Khattab atau
Abu Ubaidah bin Jarrah. Namun keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar dan
mengucapkan baiat memilih Abu Bakar.
Setelah Rasulullah SAW wafat pada 632 M, Abu Bakar
terpilih sebagai khalifah pertama pengganti Rasulullah SAW dalam memimpin
negara dan umat Islam. Waktu itu daerah kekuasaan hampir mencakup seluruh
Semenanjung Arabia yang terdiri atas berbagai suku Arab.
Ada beberapa faktor yang
mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, yaitu:
1. Menurut pendapat umum
yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin) haruslah berasal dari suku
Quraisy; pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi
"al-aimmah min Quraisy" (kepemimpinan itu di tangan orang Quraisy).
2. Sahabat sependapat
tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai khalifah karena beberapa keutamaan
yang dimilikinya, antara ia adalah laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam,
ia satu-satunya sahabat yang menemani Nabi SAW pada saat hijrah dari Makkah ke
Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk oleh Rasulullah
SAW untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia keturunan
bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
3. Beliau sangat dekat
dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama maupun kekeluargaan.[5] Beliau seorang dermawan
yang mendermakan hartanya untuk kepentingan Islam.
Sebagai khalifah Abu Bakar mengalami dua kali baiat.
Pertama di Saqifa Bani Saidah yang dikenal dengan Bai'at Khassah dan kedua di
Masjid Nabi (Masjid Nabawi) di Madinah yang dikenal dengan Bai’at A 'mmah.
Sesuai acara pembaitan di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai
khalifah yang baru terpilih berdiri dan mengucapkan pidato. la memulai
pidatonya dengan menyatakan sumpah kepada Allah SWT dan menyatakan
ketidakberambisiannya untuk menduduki jabatan khalifah tersebut. Abu Bakar
selanjutnya mengucapkan "Saya telah terpilih menjadi pemimpin kamu
sekalian meskipun saya bukan orang yang terbaik di antara kalian. Karena itu,
bantulah saya seandainya saya berada di jalan yang benar dan bimbinglah saya
seandainya saya berbuat salah. Kebenaran adalah kepercayaan dan kebohongan
adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian menjadi kuat dalam
pandangan saya hingga saya menjamin hak-haknya seandainya Allah menghendaki dan
orang yang kuat di antara kalian adalah lemah dalam pandangan saya hingga saya
dapat merebut hak daripadanya. Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, dan bila saya mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, janganlah ikuti saya".[6]
Islam pada hakikatnya adalah agama
dakwah, artinya agama yang harus dikembangkan dan didakwahkan. Terdapat dua
pola pengembangan wilayah Islam, yaitu dengan dakwah dan perang. Setelah dapat
mengembalikan stabilitas keamanan jazirah Arabiah, Abu Bakar beralih pada
permasalahan luar negeri.
Pada masa itu, di luar kekuasaan
Islam terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai dapat menganggu keberadaan
Islam, baik secara politisi maupun agama. Kedua kerajaan itu adalah Persia dan
Romawi. Rasulullah sendiri memerintahkan tentara Islam untuk memerangi
orang-orang Ghassan dan Romawi, karena sikap mereka sangat membahayakan bagi
Islam. Mereka berusaha melenyapkan dan menghambat perkembangan Islam dengan
cara membunuh sahabat Nabi. Dengan demikian cikal bakal perang yang dilakukan
oleh ummat Islam setuju untuk berperang demi mempertahankan Islam.
Pada tahap pertama, Abu Bakar
terlebih dahulu menaklukkan persia. Pada bulan Muharram tahun 12 H (633 M),
ekspedisi ke luar Jazirah Arabia di mulai. Musanna dan pasukannya dikirim ke Persia menghadapi perlawanan sengit dari tentara kerajaan Persia. Mengetahui
hal itu, Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin Walid yang sedang berada di
Yamamah untuk membawa pasukannya membantu Musanna. Gabungan kedua pasukan ini
segera bergerak menuju wilayah persia. Kota Ubullah yang terletak di pantai
teluk Persia, segera duserbu. Pasukan Persia berhasil diporak-porandakan.
Perang ini dalam sejarah Islam disebut dengan Mauqi’ah Zat as-Salasil artinya
peristiwa untaian Rantai.
Pada tahap kedua, Abu Bakar berupaya
menaklukkan Kerajaan Romawi dengan membentuk empat barisan pasukan.
Masing-masing kelompok dipimpin seorang panglima dengan tugas menundukkan
daerah yang telah ditentukan. Kempat kelompok tentara dan panglimanya itu
adalah sebagai berikut :
1.
Abu Ubaidah bin Jarrah bertugas di
daerah Homs, Suriah Utara, dan Antiokia
2.
Amru bin Ash mendapat perintah untuk
menaklukkan wilayah Palestina yang saat itu berada di bawahkekuasaan Romawi
Timur.·
3.
Syurahbil bin Sufyan diberi wewenang
menaundukkan Tabuk dan Yordania.
4.
Yazid bin Abu Sufyan mendapat
perintah untuk menaklukkan Damaskus dan Suriah Selatan.
Perjuangan tentara-tentara Muslim
tersebut untuk menaklukkan Persia dan Romawi baru tuntas pada mas ke khalifaan Umar bin khathab.[7]
1.
Nabi
Palsu Musailamah al Khazab
Musailamah al Khazab adalah
seorang tokoh cendekiawan yang terpandang dilingkungan suku Hanafih yang
mendiami wilayah Yamamah. Untuk memperkuat gerakannya, Musailamah al Kazab
mengawini Sajjah binti Alharits bin Suwaid bin Agfan, seorang wanita
dari suku Tamim yang juga mengaku dirinya sebagai Nabi. Jumlah pasukan dan
pengikut Musailamah al-Kazab sekitar 40.000 orang.
Karena mendapat ancaman dari pasukan
Musailamah al Kazab, Khalifah Abu bakar as Siddiq mengirim pasukan dibawah
pimpinan Ikram bin Amru bin Hisyam untuk memerangi pasukan Musailamah al
Kazab. Karena khawatir pasukan Ikram tidak cukup, khalifah Abu Bakar
memerintahkan menggerakkan seluruh pasukan Khalid bin Walid untuk membantu
mengepung Musailamah al-Kazab, dan menunjuk Khalid bin Walin untuk memimpin
seluruh pasukan Muslim tersebut.
Pertempuran dahsyatpun terjadi,
pusakan Musailamah al-Kazab dapat dihancurkan. Namun, Musailamah al-Kazab dapat
lolos kedalam taman yang dipagar tembok tinggi. Seorang tentara yang bernama Al
Barrak melompati tembok dan membuka pintu taman dari dalam. Setelah pintu
taman dapat dibuka, pasukan Muslim menyerbu sisa pasukan Musailamah al-Kazab
dan akhirnya Musailamah al Kazab tewas di tangan Wahsyi. Melihat
Musailamah al-Kazab terbunuh oleh pasukan Muslim, tokoh-tokoh suku Bani Hanifah
segerea berbalik mengakui kekhalifahan Abu Bakar As-Siddiq.
2.
Nabi
Palsu Thulaihah Al Assadi
Thulaihah al Asadi adalah seorang
tokoh bani As’ad. Ia terkenal sebagai seorang dukun sihir. Sa’at Nabi Muhammad
belum wafat, dan sedang jatuh sakit, Thulaihah al Asadi memproklamirkan bahwa
dirinya juga Nabi pada kaum As’ad. Salah satu ajaran Thulaihah al Asadi adalah
menghapuskan kewajiban zakat.
Setelah mendengar dan mengetahui
bahwa Nabi Muhammad wafat, Thulaihah al Asadi semakin berani mengajarkan
ajarannya. Di lingkungan masyarakat awam suku besar As’ad, Thai, Fezera, dan
Ghatfan, ajaran Nabi palsu Thulaihah al Asadi mendapat sembutan baik. Thulaihah
al Asadi dan para pengawalnya datang ke Madinah untuk menemui Khalifah Abu
Bakar. Sedangkan pasukannya disiagakan di perbatasan Madinah.
Tujuan Thulaihah al Asadi mendatangi
khalifah Abu Bakar adalah meminta pengakuan dan pengesahan Khalifah Abu Bakar
atas kenabian dan ajarannya. Tentu saja Khalifah Abu Bakar menolak dengan keras
permintaan Thulaihah al Asadi tersebut. Nabi Muhammad adalah Rasul dan Syariat
Islam yang diwariskannya tidak dapat ditwar-tawar lagi.
Dengan kecewa Thulaihah al Asadi dan
para pengawalnya pulang. Thulaihah al Asadi sudah memperkirakan jawaban Abu
Bakar, untuk itulah ia menyiapkan pasukan di perbatasan Madinah.
Khalifah Abu Bakar telah mengetahui
rencana jahat Thulaihaha al Asadi. Malam itu juga khalifah Abu Bakar
memerintahkan Khalid bin Walid menyiapkan pasukan Muslim untuk mengadakan serangan mendadak. Walaupun saat
itu pasukan Muslim yang tersisa di kota Madinah hanya sedikit karena hamper
semua pasukan Muslim telah dikirim mengikuti pasukan Usamah ke Syiria.
Untuk meghapadi pasukan Nabi palsu
Thulaihah al Asadi, Khalifah Abu Bakar tidak gentar. Ia sendiri membantu
penyergapan dengan memimpin pasukan cadangan untuk mengawal pasukan Muslim yang
dipimpin Khalid bin Walid. Walaupun pasukan muslim sangat terbatas, Khalifah
Abu Bakar bertekad harus dapat menghancurkan pasukan Nabi palsu yang sedang
berkemah di perbatasan Madinah. Khalifah Abu Bakar berkeyakinan bahwa Allah
akan memenuhi janjinya untuk membantu membantu perjuangan kaum Muslim yang
tabah dalam setiap keadaan yang terjepit, seperti dalam firman Allah dalam
surat al Anfal ayat 9 :
إِذْتَـسْـتَـغِـيـشُـو
نَ رَ بَّـكُـمْ فَـاٌ سْـتَـَجَـا بَ لَـكُـمْ أَنِّــى مُـمِـدُّ كُـم
بِـأَلْـفٍ مِّـنَ اُلْـمَـلَــٰۤعِٕـكَـةِ مُـرْ دِ فِـيـنَ ٩
9.
(Ingatlah),ketika kamu memohon pertolongan kepada tuhanmu,lalu
diperkenankan-Nya bagimu:”Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala kepada kamu
dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut
Saa
fajar mulai akan terlihat, pasukan Muslim mulai bergerak menyerbu perkemahan
pasukan Thulailah al Asai. Pertempuran sengit terjadi. Walaupun jumlah pasukan
Muslim sedikit, tetapi dapat memporak porandakan pasukan Thulaihah al Asadi dan
sisa-sisa pasukannya melarikan diri dan mintak perlindungan dan batuan suku
besar Ghafan, Mura, dan Fezare.
Pasukan
muslim yang dipimpin Khalid bin Walid terus mengejar Thulaihah al Asadi. Di
suatu tempat yang bernama Bazakha, terjadilah pertempuran antara pasukan
Muslim dan pasukan Thulaihah al Asadi yang telah mendapatkan batuan tentara
dari suku Ghafan. Pada pertempuran tersebut pasukan muslim dapat menghancurkan
pasukan Thulaihah. Namun Thulaihah bersama istrinya dapat menyelamatkan diri ke
Syiria.
Setelah
kemenangan pasukan Muslim ini, banyak penduduk suku besar Ghafan, Mura, dan
Fezera berbondong-bondong menyatakan kembali masuk Islam.
3. Nabi Palsu Kais bin Abdi Yaguts
Kais
bin Abdi Yaguts adalah bekas pemimpin pasukan Ahwan al-Insan,
seorang yang pernah mengaku dirinya Nabi (Nabi Palsu). Ahwan al-Insan telah
tewas pada masa Nabi Muhammad masih hidup. Setelah mendengar kabar bahwa Nabi
Muhammad telas wafat. Murid sekaligus bekas pemimpin pasukan Nabi paksu Ahwan
al-Insan, memproklamirkan diri sebagai Nabi seperti halnya gurunya yang
terdahulu.
Untuk
menghancurkan gerakan Nabi palsu Kais bin Abdi Yaguts, Khalifah Abu Bakar
menugaskan Ikram bin Amru. Untuk membawa pasukan memerangi pasukan Nabi
palsu Kais bin Abdi Yagutd. Dengan dibantu pasukan kaum Muslimin yang dipimpin
oleh Muhajir dan Umayah. Pasukan Nabi palsu Kais bin Abdi Yaguts dapat dengan
mudah ditaklukkan. Nabi palsu Kais bin Abdi Yagurt menyerahkan diri pada
pasukan Muslim. Kais bin Abdi Yugats berserta seorang temannya Amru bin
Ma’dikarba diserahkan pada Khalifah Abu Bakar di Madinah.[8]
Selama peperangan Riddah, banyak dari penghafal Al-Qur’an yang
tewas. Karena orang-orang ini merupakan penghafal bagian-bagian Al-Qur’an, Umar
cemas jika bertambah lagi angka kematian itu, yang berarti beberapa bagian lagi
dari Al-Qur’an akan musnah. Karena itu, menasehati Abu Bakar untuk membuat
suatu “kumpulan” Al-Qur’an kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan
Zaid ibn Tsabit karena beliau paling bagus Hafalannya. Para ahli sejarah
menyebutkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini termasuk salah satu jasa besar dari
khalifah Abu Bakar.[9]
Bentuk peradaban yang paling besar dan
luar biasa dan merupakan satu kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar
adalah penghimpunan Al-Qur’an. Abu Bakar Ash-Shiddiq memerintahkan kepada
Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an dari pelepah kurma, kulit binatang,
dan dari hapalan kaum muslimin. Hal yang dilakukan sebagai usaha untuk menjaga
kelestarian Al-Qur’an setelah Syahidnya beberapa orang penghapal Al-Qur’an pada
perang Yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kainya
penghimpunan ini. Sejak saat itulah Al-Qur’an dikumpulkan pada satu Mushaf.
Selain itu, peradaban Islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu
Bakar terbagi pada beberapa Tahapan, yaitu sebagai berikut :
1.
Dalam bidang penataan sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial masyarakat. Untuk
kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat, infak, dan sedekah yang berasal
dari kaum muslimin, serta harta ghanimah yang dihasilkan dari rampasan perang
dan jizyah dari warga negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul Mal.
Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan negara ini dibagikan
untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat
yang berhaq menerimanya sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an.
2. Praktik pemerintahan khalifah Abu Bakar yang terpenting adalah suksesi
kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk umar sebagai
penggantinya.
Ada beberapa faktor Abu Bakar menunjuk atau mencalonkan Umar menjadi
Khalifah. Faktor utama adalah kekhawatiran akan terulang kembali peristiwa yang
sangat menegangkan di Tsaqilah Bani Saidah yang nyaris menyulut umat Islam
kejurang perpecahan, bila tidak merujuk seorang untuk menggantikannya.[10]
Dari penunjukkan Umar tersebut, ada beberapa
hal yang harus dicatat :
1. Abu Bakar dalam
menunjuk Umar tidak meninggalkan asa musyawarah. Ia lebih dahulu mengadakan
konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin.
2. Abu Bakar tidak
menunjuk salah seorang putranya ataupun kerabatnya, melainkan memilih seorang
yang mempunyai nama dan mendapat tempat dihati masyarakat serta disegani oleh
rakyat karena sifat-sifat terpuji yang dimilikinya.
3.
Pengukuhan Umar menjadi khilafah sepeninggal
Abu Bakar berjalan dengan baik dalam suatu baiat umum dan terbuka tanpa ada
pertentangan di kalangan kaum muslimin.
Pada akhir minggu pertama Jumadil Akhir tahun
13 Hijriah Abu Bakar jatuh sakit. Pada musim dingin hari itu, Abu Bakar mendi,
lalu ia terserang demam yang sangat berat. Ia pun sadar bahwa penyakitnya itu
akan membawa maut. Ia ditawari untuk dipanggilkan dokter, tapi ia menjawab,
“Dia telah melihatku dan berkata, “Aku pembuat sekendakku”[11]
[1] Dedi
Supriyadi, Sejarah peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008, Hal 68
[2] Dewan
Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jilid 1, PT ikhtiar Baru van Hoeve
Jakarta, 1993. Hal 38
[3] M. Rida. Abu
Bakar Ash-Shiddiq Khalifah yang pertama. Darul Fikr, Beirut. Hal 11- 12
[4]Abdul Rohim, Abu
Bakar Ash Shiddiq, diakses dari http://rohimzoom.blogspot.com/2014/01/makalah-abu-bakar-ash-shiddiq.html, 10 Oktober
2014 pukul 10.57
[5] Dr. Mohd
Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1996), hlm. 77
[6] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op. cit. hlm 37
[7] Abdul Rohim, Abu
Bakar Ash Shiddiq, diakses dari http://rohimzoom.blogspot.com/2014/01/makalah-abu-bakar-ash-shiddiq.html, 10 Oktober
2014 pukul 10.57
[8] Islam dan
sejarah, penyerangan terhadap Nabi Palsu, diakses dari http://islamdansejarah.blogspot.com/2012/06/penyerangan-terhadap-pasukan-nabi-palsu.html 10 Oktober
2014 pukul 15.26
[10] Suyuty Pulungan,Fiqih Siasati, Sejarah dan Pemikiran Islam, PT
Rajawali Prees Jakarta,1994. Hal 109
No comments:
Post a Comment