A.
SEJARAH PANCASILA PERTAMA KALI
Kita sering mendengarkan bahwa
pancila merupakan ideologi Negara kita, namun apa sudah mengerti arti pancasila
? atau mengapa bisa disebut dengan pencasila ? apakah pengertian pancasila.
Arti pancasila berasal dari bahasa sansekerta India (kasta brahmana). Sedangkan
menurut Muh Yamin, dalam bahasa sansekerta, memiliki dua macam arti secara
leksikal yaitu , panca, yang artinya lima , syila yang artinya
peraturan.
Kata-kata
tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa jawa diartikan
“susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara
etimologi kata “pancasila” yang dimaksud adalah istilah “pancasyila” yang
bermakna lima aturan tingkah laku yang penting.
Perkataan
pencasila mula-mula terdapat dalam perpustakaan Budha India. Ajaran Budha
bersumber pada kita suci meraka Tri Pitaka dan Vinaya pitaka, yang kesemuanya
itu merupakan ajaran moral untuk mencapai surga.
Nilai-nilai
Pancasila secara intriksik bersifat filosofis, dan didalam kehidupan masyarakat
Indonesia nilai pancasila secara praktis merupakan filsafat hidup (pandangan
hidup). Nilai dan fungsi pancasila telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka.
Hal ini dibuktikan dengan sejarah Majapahit (1293). Pada waktu itu hindu dan
budha hidup berdampingan dengan damai dalam satu kerajaaan. Empu prapanca menulis
“negara kertagama”(1365) dalam kitab tersebut telah terdapat istilah
“pancasila”.
Empu
tantular yang mengarang buku “sutasoma” yang didalamnya seloka yang berbunyi :
“Bhineka Tunggal ikan tan Hana Dharma Mangrua”, yang artinya walaupun berbeda namun
satu jua adanya.[1]
Sebelum
tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia belum merdeka. Bangsa Indonesia dijajah
oleh bangsa lain. Banyak bangsa-bangsa lain yang menjajah atau berkuasa di
Indonesia, misalnya bangsa Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang. Paling lama
menjajah adalah bangsa Belanda. Padahal sebelum kedatangan penjajah bangsa
asing tersebut, di wilayah Negara RI terdapat kerajaan-kerajaan besar yang
merdeka, misalnya Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram, Ternate, dan Tidore.
Terhadap tersebut, bangsa Indonesia selalu melakukan perlawanan dalam bentuk
perjuangan bersenjata maupun politik.
Janji
ini diucapkan oleh perdana menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh
karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang
memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji
kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam maklumat Gunseikan (Pembesar
Tertinggi Sipil dari Pemerintahan Militer Jepang di Jawa dan Madura).
Dalam
maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki
dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah
Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
Keanggotaan
badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada
tanggal 29 Mei 1945, 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama itu, banyak anggota yang
berbicara, dua diantaranya adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno, yang masing-masing
mengusulkan calon dasar Negara untuk Indonesia.
1. Muhammad Yamin (29 Mei 1945)
1. Peri kabangsaan
2. Peri kemanusiaan
3. Peri ketuhanan
4. Peri kerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat
Selain itu Muhammad Yamin juga
mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima hal.
1. Ketuhan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyak Indonesia
2. Bung Karno (1 Juni 1945)
1. Nasionalisme (Kebangsaan
Indonesia)
2. Internarionalisme
(Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhan yang Berkebudayaan
Kelima
hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno
mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu :
1. Sosio nasiolisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya
tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.
Sidang
ini ditutup pada tanggal 1 Juni 1945. Sebelum ditutup, sidang menetapkan
Sembilan orang yang diberi nama Panitia Sembilan (panetia kecil) yang
akan bertugas untuk merumuskan pandangan-pandangan yang telah dikemukakan dalam
sidang terutama menyangkut rumusan sila-sila pancasila.
Kesembilan orang tersebut adalah :
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muhammad Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. KH. Wahid Hasyim
5. Abikusno Tjokrosujoso
6. Haji Agus Salim
7. Mr. Achmad Subardjo
8. Mr. Muhammad Yamin
9. Abdul Kahar Muzakir.
Pada
tanggal 22 Juni 1945, panitia Sembilan berhasil merumuskan dokumen Piagam
Jakarta (Jakarta Charter), yakni Preambul yang berisi asas dan tujuan
Negara Indonesia Merdeka.
Adapun
rumusan pancasila sebagai asas dasar Negara Indonesia merdeka yang tercantum
dalam piagam Jakarta itu adalah, sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bari para pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradap
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyataan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia.[2]
1.
Sejarah Perumusan
Dalam upaya merumuskan Pancasila
sebagai dasar Negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang
dikemukakan dalam Badan Penyelidikan Usaha Persiapaan Kemerdekaan Indonesia
yaitu :
1. Lima
dasar (
Muhammad Yamin 29 Mei 1945)
2. Panca
Sila (Soekarno
1 Juni 1945 )
Setelah Rumusan pancasila diterima
sebagai dasar Negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah:
1. Rumusan Pertama :Piagam Jakarta
(22 Juni 1945)
2. Rumusan Kedua :Pembukaan
Undang-Undang Dasar (18 Agustus 1945)
3. Rumusan Ketiga :Mukaddimah
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949)
4. Rumusan Keempat :Mukaddimah
Undang-Undang Dasar Sementara (15 Agustus 1950)
5. Rumusan Kelima :Rumusan Kedua yang
dijiwai oleh Rumusan Perta ( Dektir Presiden 5 Juli 1959).[3]
C. FUNGSI
PANCASILA
Pancasila
sebagai dasar Negara Republik Indonesia, sebagaimana ditegaskan oleh “Pembukaan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 :
“… maka di susunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar Negara republic
Indonesia yang berdaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada (garis dari
penulis) : ketuhanan yang maha Esa…. Dan seterus nya”
Presiden
Soekarno dalam uraian “Pancasila Sabagai Dasar Negara” mengartikan dasar Negara
itu sebagai Weltanshauung (bahasa jerman) beliau berkata :
“saudara mengerti dan
mengetahui, bahwa pancasila adalah saya anggap sebagai dasar dari pada Negara
Republik Indonesia, atau dengan bahasa jerman : sutu Weltanscahauung di atas
mana kita meletakkan Negara Republik Indonesia”
Weltanschauung
suatu abstraksi, konsepsi atau susunan pengertian-pengertian yang melukiskan
asal mula kekuasaan Negara, tujuan Negara dan cara penyelanggaraan kekuasaan
Negara itu, di samping itu Weltanschauung berate pandangan (filsafat) hidup
dari suatu bangsa atau masyarakat tertentu.
Kedudukan
pancasila sebagai dasar Negara tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
1. Pancasila sebagai dasar Negara
adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum)
Indonesia. Dengan demikian pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum
Indonesia yang dalam Pembukaan UUD 1945 dijelma lebih lanjut ke dalam empat
pokok pikiran.
2. Meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund)
dari Undang-Undang Dasar 1945.
3. Mewujudkan cita-cita hukum bagi
hukum dasar Negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis).[4]
Pancasila
sebagai ideologi, pancasila mengandung pengertian merupakan ajaran, gagasan,
doktrin, teori atau ilmu yang diyakini kebenarannya dan menyelesaikan masalah
yang dihadapi masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia. Dengan demikian ideologi
Pancasila merupakan ajaran, doktrin, teori dan ilmu tentang cita-cita (ide)
bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya dan disusun secara sistematis serta
diberi petunnjuk dengan pelaksanaan yang jelas.
Selain
ideologi Negara, pancasila juga berperan sebagai ideologi terbuka. Ideologi
terbuka mengandung pengertian ideologi yang dapat berinteraksi dengan
perkembangan zaman yang ditandai adanya dinamika secara internal.
Keterbukaan
ideologi pancasila terutama dalam penerapannya yang terbentuk pola pikir yang
dinamis dan konseptual dalam dunnia modern. Kita mengenal ada tiga tingkat
nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana
mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai dengan keadaan, dan nilai
praktis berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Sekalipun demikian,
perwujudan ataupun pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis
harus tetap mengadung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya.
Pancasila
dalam pengertian ini sering disebut juga sebagai pegangan hidup, pedoman hidup,
pertunjuk hidup dan jalam hidup. Sebagai pandangan hidup bangsa, pancasila
berfungsi sebagai pedoman atau petunjuk dalam kehidupan sehari-hari. Ini
berarti, pancasila sebagai pandangan hidup merupakan petunjuk arah semua
kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan di segala bidang.
Ini
berarti, sebagai halnya bendera merah putih sebagai cirri khas bangsa atau
Negara Indonesia yang membedakan dengan bangsa atau Negara lain, pancasila juga
merupakan cirri khas bangsa Indonesia yang tercermin dalam sikap, tingkah laku,
dan perbuatan yang senantiasa selaras, serasi dan seimbanga sesuai dengan
nilai-nilai pancasila itu sendiri.[5]
D.
Makna Pancasila
Pancasila
mempunyai lima sila memang terkadang sering disalah artikan sehingga
menyebabkan multitafsir dari masyarakat umum. Pancasila dalam posisinya sebagai
ideologi Negara Indonesia memang memiliki peran vital dan penting, oleh
karenanya pemahaman arti pokok pancasila harus dipahami secara benar.
Pentingnya pancasila dalam kehidupan bernegara dibuktikan adanya pendidikan
pancasila ini.
1. Burung Garuda
Burung
garuda merupakan mitos dalam mitologi Hindu dan Budha. Garuda dalam mitos
tersebut digambarkan sebagai makhluk separuh burung (sayap, paruh, cakar) dan
separuh manusia (tangan dan kaki). Garuda sebagai lambang Negara menggambarkan
kekuatan dan kekuasaan, warna emas melambangkan kejayaan. Karena peran garuda
dalam cerita pewayangan Mahabhrata dan Ramayana, maka Posisi kepala garuda
menoleh ke kanan.
Jumlah
bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945),
antara lain:
1. Jumlah bulu pada masing-masing
sayap berjumlah 17
2. Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
3. Jumlah bulu di bawah
perisai/pangkal ekor berjumlah 19
4. Jumlah bulu di leher berjumlah 45
2. Perisai
Perisai
merupakan lambang pertahanan Negara Indonesia, gambar perisai tersebut dibagi
menjadi lima bagian, bagian latar belakang dibagi menjadi empat dengan warna
merah putih yang melambangkan warna bendera nasional Indonesia, dan perisai
kecil miniature dari perisai yang besar berwarna hitam berada tepat
ditengah-tengah. Garis lurus horizontal yang membagi perisai tersebut
menggambarkan garis khatulistiwa yang tepat melintasi Indonesia di
tengah-tengah. Setiap gambar yang terdapat pada perisai tersebut Indonesia
ditengah-tengah. Setiap gambar yang terdapat pada perisai tersebur berhubungan
dengan simbol-simbol dari sila pancasila, yaitu.
1. Bintang Lima
Sila ke-1 : Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perisai hitam dengan sebuah bintang emas berkepala lima
menggambarkan lima agama di Indonesia, yaitu Islam, Kristen Katholik, Kristen
Protestan, Hindu dan Buddha.
2. Rantai Emas
Sila ke-2 : Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Rantai yang tersusun atas gelang-gelang kecil ini
menandakan hubungan manusia antara satu dengan yang lain yang saling
berhubungan.
3. Pohon Beringin
Sila ke-3 : Persatuan Indonesia
Pohon beringin adalah sebuah pohon yang memiki banyak
akar yang menggelantung dari ranting-rantingnya. Hal ini menggambarkan
Indonesia sebagai Negara kesatuan yang memiliki berbagai budaya yang
berbeda-beda.
4. Kepala Banteng
Sila ke-4 : Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawatan/Perwakilan
Banteng adalah binatang social, sama halnya dengan
manusia. Cetusan presiden Soekarno dimana pengambilan keputusan yang dilakukan
bersama (musyawarah), gotong-royong, dan kekeluargaan merupakan nilai-nilai
khas bangsa Indonesia.
5. Padi dan Kapas
Sila ke-5 : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakya Indonesia
Padi dan kapas yang menggambarkan sandang dan pangan
merupakan kebutuhan pokok setiap masyarakat Indonesia tanpa melihat status
maupun kedudukannya. Hal ini menggambarkan persamaan social dimana tidak adanya
kesenjangan social antara yang satu dengan yang lainnya, namun hal ini bukan
berarti bahwa Negara Indonesia menggunakan ideologi komunisme.
6. Pita
Pita yang dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan
semboyang Negara Indonesia, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Walaupun
berbeda-beda tetapi tetap satu” yang menggambarkan keadaan bangsa Indonesia
yang terdiri atas beraneka ragam suku, budaya, ada-istiadat dan kepercayaan,
namun tetap satu bangsa, bahasa dan tanah air.[6]
E. PARADIGMA
PANCASILA
Istilah
paradigma berasal dari Latin yaitu paradeigma yang berarti pola. Istilah
paradigma pertama kali dikemukakan oleh Thomas Khun dalam karya monumentalnya,
struktur Revolusi Ilmu Pengetahuan. Ia mengartikan paradigma sebagai pandangan
mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subjeck matter). Gagasan
utama Khun adalah memberikan alternatif baru sebagai upaya menghadapi asumsi
yang berlaku umum di kalangan ilmuwan tentang perkembangan ilmu pengetahuan,
yang pada umumnya berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmu pengetahuan
tersebut terjadi secara kumulatif. Pandangan demikian sebagai mitos yang harus
dihilangkan. Sedangkan Khun berpendirian bahwa ilmu pengetahuan berkembang
tidak secara kumulatif melainkan secara revolusi. Dengan pengertian revolusi,
Khun menjelaskan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan akan terjadi melalui pergantian
paradigma. Paradigma yang lama diganti, baik secara menyeluruh maupun sebagian,
dengan paradigma.[7]
1. Pancasila dalam Konteks Negara
Hukum
Dalam
UUD 1945 telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum, bukan
negara kekuasaan. Eksistensi Indonesia sebagai negara hukum ditandai dengan
dengan beberapa unsur pokok seperti adanya pengakuan prinsip-prinsip supremasi
hukum dan konstitusi, adanya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut
sistem konstitusional yang diatur dalam UUD 1945, adanya prinsip peradilan yang
bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam
hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap
penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.
Titik Mulyadi menjelaskan bahwa pemerintahan berdasarkan hukum merupakan pemerintahan yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan tidak berorientasi kepada kekuasaan. Pada negara berdasarkan atas hukum, hukum ditempatkan sebagai acuan tertinggi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahannya (supremasi hukum) sehingga dianut tentang “ajaran kedaulatan hukum” yang menempatkan hukum pada kedudukan tertinggi.[8]
Titik Mulyadi menjelaskan bahwa pemerintahan berdasarkan hukum merupakan pemerintahan yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan tidak berorientasi kepada kekuasaan. Pada negara berdasarkan atas hukum, hukum ditempatkan sebagai acuan tertinggi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahannya (supremasi hukum) sehingga dianut tentang “ajaran kedaulatan hukum” yang menempatkan hukum pada kedudukan tertinggi.[8]
Secara
teoritis konsep negara hukum yang dianut Indonesia tidak dari dimensi formal,
melainkan dalam arti materi atau lazim dipergunakan terminologi Negara
Kesejahteraan (Welfare State) atau “Negara Kemakmuran”. Oleh karena itu,
tujuan yang hendak dicapai negara Indonesia adalah terwujudnya masyarakat adil
dan makmur baik spiritual maupun materi berdasarkan Pancasila, sehingga disebut
juga sebagai negara hukum yang memiliki karakteristik mandiri. Konkritnya,
kemandirian tersebut dikaji dari perspektif penerapan konsep dan pola negara
hukum pada umumnya sesuai kondisi bangsa Indonesia dengan tolak ukur berupa
Pancasila. Oleh karena itu, Negara Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan
Pancasila. Dengan kata lain, negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri khas
Indonesia. Karena Pancasila diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum,
negara hukum Indonesia bisa juga dinamakan negara hukum Pancasila.[9]
Dengan kata lain, negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri khas Indonesia.
Karena Pancasila diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum, negara hukum
Indonesia bisa juga dinamakan negara hukum Pancasila.[10]
Pancasila
dalam konteks negara hukum pada dasarnya memiliki beberapa karakteristik yang
memberikan pengaruh pada tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia.
Pertama,
Pancasila menghendaki keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat dengan
mengedepankan asas kerukunan. Asas kerukunan dalam negara hukum Pancasila dapat
dirumuskan maknanya baik secara positif maupun negatif. Dalam makna positif,
kerukunan berarti terjalinnya hubungan yang serasi dan harmonis, sedangkan
dalam makna negatif berarti tidak konfrontatif, tidak saling bermusuhan. Dengan
makna demikian, pemerintah dalam segala tingkah lakunya senantiasa berusaha
menjalin hubungan yang serasi dengan rakyat.
Kedua, Pancasila menjamin adanya
kebebasan beragama. Hal ini menunjukkan adanya komitmen yang diberikan oleh
negara kepada warga negaranya untuk mengimplementasikan kekebasan dalam memeluk
dan beribadat menurut agamanya tanpa khawatir terhadap ancaman dan gangguan
dari pihak lain.
Ketiga,
Pancasila mengedepankan asas kekeluargaan sebagai bagian fundamental dalam
penyelenggaraan pemerintah. Menguatnya asas kekeluargaan ini memberikan
kesempatan atau peluang kepada rakyat banyak untuk tetap survive guna
meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya, sejauh tidak mengganggu hajat
hidup orang banyak.
Keempat, Pancasila mengedepankan prinsip
persamaan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Secara konstutusional UUD 1945
Pasal 28D memberikan landasan untuk lebih menghargai dan menghayati prinsip
persamaan ini dalam kehidupan negara hukum Pancasila, yakni antara lain : 1)
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum; 2) setiap orang berhak
untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja; 3) setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan. Penegakan prinsip persamaan ini menjadi persyarat dalam
rangka mendukung eksistensi negara hukum Pancasila untuk mengaktualisasikan atau
mengimplementasikan komitmennya dalam mensejahterahkan kehidupan lapisan
masyarakatnya sebagai misi dari penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri.[11]
2. Pacasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Hukum
Pembangunan
nasional yang dilancarkan negara pada hakikatnya merupakan usaha modernisasi
dalam berbagai bidang kehidupan. Kondisi ini dapat diartikan sebagai suatu
usaha transformasi total dari pola kehidupan tradisional kepada pola kehidupan
modern sesuai dengan kemajuan jaman serta didukung oleh ilmu pengetahun dan
teknologi. Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan tersebut, hukum harus
menampakkan perannya. Dalam Pandangan Prof. Mochtar Kusumaatmadja.[12]
Dengan
demikian, pembangunan hukum dalam kerangka pembangunan nasional harus dilakukan
atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut
merupakan hasil konsensus bersama dari masyarakat yang menjadi sumber dan
motivasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang dalam konteks Indonesia
disebut dengan Pancasila. Karena itu, secara filosofis hakikat kedudukan
Pancasila sebagai paradigma pembangunan hukum dalam kerangka pembangunan
nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa segala aspek pembangunan hukum dalam
kerangka pembangunan nasional.
Untuk itu, Pancasila secara utuh harus dilihat sebagai suatu national guidelines, sebagai national standard, norm and principles yang sekaligus memuat human rights and human responsibility. Pancasila juga harus dilihat sebagai margin of appreciation sebagai batas atau garis tepi penghargaan terhadap hukum yang hidup dalam masyarakat yang pluralistik (the living law) sehingga dapat dibenarkan dalam kehidupan hukum nasional. Tolak ukur dengan mengacu pada kandungan nilai-nilai Pancasila untuk membentuk hukum, dengan tetap berbasis pada nilai-nilai yang tertuang dalam 5 (lima) sila tersebut.[13]
Untuk itu, Pancasila secara utuh harus dilihat sebagai suatu national guidelines, sebagai national standard, norm and principles yang sekaligus memuat human rights and human responsibility. Pancasila juga harus dilihat sebagai margin of appreciation sebagai batas atau garis tepi penghargaan terhadap hukum yang hidup dalam masyarakat yang pluralistik (the living law) sehingga dapat dibenarkan dalam kehidupan hukum nasional. Tolak ukur dengan mengacu pada kandungan nilai-nilai Pancasila untuk membentuk hukum, dengan tetap berbasis pada nilai-nilai yang tertuang dalam 5 (lima) sila tersebut.[13]
[1]
Ridwanaz, Kewarganegaraan, diakses dari http://ridwanaz.com/umum/kewarganegaraan/mengetahui-arti-atau-pengertian-pancasila/,
15 Okteber Pukul 21.02
[2]
Madhy Prayithno,Sejarah lahirnya pancasila, diakses dari http://makalah-ahmadias.blogspot.com/2011/11/sejarah-lahirnya-pancasila.html,
15 Okteber 2014 20.23
[3]
Wikipedia, Pancasila, diakses dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila,
15 Okteber 2014 Pukul 22.31
[4]
Syahar, Syaidus, Pancasila Sebagai Paham
Kemasyarakatan Dan Kenegaraan Indonesia, (Bandung: Alumni, 1975),
hlm:110-112.
[5]
Assayidiq, Pancasila Sebagai Ideologi, diakses dari http://istifunnyassyidiq.wordpress.com/bab-i-pancasila-sebagai-ideologi-dan-dasar-negara/
16 Okteber 2014, jam 16.21
[6]
Andy Alik Awitrom, Sejarah Lahirnya Pancasila, diakses dari http://awitro.blogspot.com/, 16 Okteber 2014, jam 16.50
[8] Lilik
Mulyadi, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Alumni,
Bandung, 2007, hlm. 62.
[10] Iriyanto
A. Baso Ence, Negara Hukum & Hak Uji Konstitusionalitas Mahkamah
Konstitusi, Alumni, Bandung, 2008, hlm. 34.
[11] Ibid.,
hlm. 53.
[12] Mochtar
Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembanguan, Kumpulan Karya Tulis,
Alumni, Bandung, 2006, hlm. 20.
[13] Endang
Sutrisno, Bunga Rampai Hukum dan Globalisasi, Genta Press, Yogyakarta,
2007, hlm. 102.
No comments:
Post a Comment