Sejarah Pancasila Pertama Kali - AKSI PINTAR

Friday, June 15, 2018

Sejarah Pancasila Pertama Kali


A.    SEJARAH PANCASILA PERTAMA KALI
            Kita sering mendengarkan bahwa pancila merupakan ideologi Negara kita, namun apa sudah mengerti arti pancasila ? atau mengapa bisa disebut dengan pencasila ? apakah pengertian pancasila. Arti pancasila berasal dari bahasa sansekerta India (kasta brahmana). Sedangkan menurut Muh Yamin, dalam bahasa sansekerta, memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu , panca, yang artinya lima , syila yang artinya peraturan.
            Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa jawa diartikan “susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologi kata “pancasila” yang dimaksud adalah istilah “pancasyila” yang bermakna lima aturan tingkah laku yang penting.
            Perkataan pencasila mula-mula terdapat dalam perpustakaan Budha India. Ajaran Budha bersumber pada kita suci meraka Tri Pitaka dan Vinaya pitaka, yang kesemuanya itu merupakan ajaran moral untuk mencapai surga.
            Nilai-nilai Pancasila secara intriksik bersifat filosofis, dan didalam kehidupan masyarakat Indonesia nilai pancasila secara praktis merupakan filsafat hidup (pandangan hidup). Nilai dan fungsi pancasila telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Hal ini dibuktikan dengan sejarah Majapahit (1293). Pada waktu itu hindu dan budha hidup berdampingan dengan damai dalam satu kerajaaan. Empu prapanca menulis “negara kertagama”(1365) dalam kitab tersebut telah terdapat istilah “pancasila”.
            Empu tantular yang mengarang buku “sutasoma” yang didalamnya seloka yang berbunyi : “Bhineka Tunggal ikan tan Hana Dharma Mangrua”, yang artinya walaupun berbeda namun satu jua adanya.[1]

            Sebelum tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia belum merdeka. Bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa lain. Banyak bangsa-bangsa lain yang menjajah atau berkuasa di Indonesia, misalnya bangsa Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang. Paling lama menjajah adalah bangsa Belanda. Padahal sebelum kedatangan penjajah bangsa asing tersebut, di wilayah Negara RI terdapat kerajaan-kerajaan besar yang merdeka, misalnya Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram, Ternate, dan Tidore. Terhadap tersebut, bangsa Indonesia selalu melakukan perlawanan dalam bentuk perjuangan bersenjata maupun politik.
            Janji ini diucapkan oleh perdana menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintahan Militer Jepang di Jawa dan Madura).
            Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
            Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945, 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama itu, banyak anggota yang berbicara, dua diantaranya adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno, yang masing-masing mengusulkan calon dasar Negara untuk Indonesia.
1.      Muhammad Yamin (29 Mei 1945)
1.      Peri kabangsaan
2.      Peri kemanusiaan
3.      Peri ketuhanan
4.      Peri kerakyatan
5.      Kesejahteraan rakyat
Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima hal.
1.      Ketuhan Yang Maha Esa
2.      Persatuan Indonesia
3.      Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4.      Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5.      Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyak Indonesia
2.      Bung Karno (1 Juni 1945)
1.      Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2.      Internarionalisme (Perikemanusiaan)
3.      Mufakat atau Demokrasi
4.      Kesejahteraan Sosial
5.      Ketuhan yang Berkebudayaan
            Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu :
1.      Sosio nasiolisme
2.      Sosio demokrasi
3.      Ketuhanan
            Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.
            Sidang ini ditutup pada tanggal 1 Juni 1945. Sebelum ditutup, sidang menetapkan Sembilan orang yang diberi nama Panitia Sembilan (panetia kecil) yang akan bertugas untuk merumuskan pandangan-pandangan yang telah dikemukakan dalam sidang terutama menyangkut rumusan sila-sila pancasila.
Kesembilan orang tersebut adalah :
1.      Ir. Soekarno
2.      Drs. Muhammad Hatta
3.      Mr. A.A. Maramis
4.      KH. Wahid Hasyim
5.      Abikusno Tjokrosujoso
6.      Haji Agus Salim
7.      Mr. Achmad Subardjo
8.      Mr. Muhammad Yamin
9.      Abdul Kahar Muzakir.
            Pada tanggal 22 Juni 1945, panitia Sembilan berhasil merumuskan dokumen Piagam Jakarta (Jakarta Charter), yakni Preambul yang berisi asas dan tujuan Negara Indonesia Merdeka.
            Adapun rumusan pancasila sebagai asas dasar Negara Indonesia merdeka yang tercantum dalam piagam Jakarta itu adalah, sebagai berikut :
1.      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bari para pemeluk-pemeluknya
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradap
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyataan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.      Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.[2]

1.      Sejarah Perumusan
            Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar Negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidikan Usaha Persiapaan Kemerdekaan Indonesia yaitu :
1.      Lima dasar ( Muhammad Yamin 29 Mei 1945)
2.      Panca Sila (Soekarno 1 Juni 1945 )
Setelah Rumusan pancasila diterima sebagai dasar Negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah:
1.      Rumusan Pertama :Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
2.      Rumusan Kedua :Pembukaan Undang-Undang Dasar (18 Agustus 1945)
3.      Rumusan Ketiga :Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949)
4.      Rumusan Keempat :Mukaddimah Undang-Undang Dasar Sementara (15 Agustus 1950)
5.      Rumusan Kelima :Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Perta ( Dektir Presiden 5 Juli 1959).[3]

C.    FUNGSI PANCASILA
            Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia, sebagaimana ditegaskan oleh “Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 :
“… maka di susunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar Negara republic Indonesia yang berdaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada (garis dari penulis) : ketuhanan yang maha Esa…. Dan seterus nya”
            Presiden Soekarno dalam uraian “Pancasila Sabagai Dasar Negara” mengartikan dasar Negara itu sebagai Weltanshauung (bahasa jerman) beliau berkata :
saudara mengerti dan mengetahui, bahwa pancasila adalah saya anggap sebagai dasar dari pada Negara Republik Indonesia, atau dengan bahasa jerman : sutu Weltanscahauung di atas mana kita meletakkan Negara Republik Indonesia”
            Weltanschauung suatu abstraksi, konsepsi atau susunan pengertian-pengertian yang melukiskan asal mula kekuasaan Negara, tujuan Negara dan cara penyelanggaraan kekuasaan Negara itu, di samping itu Weltanschauung berate pandangan (filsafat) hidup dari suatu bangsa atau masyarakat tertentu.
            Kedudukan pancasila sebagai dasar Negara tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
1.      Pancasila sebagai dasar Negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang dalam Pembukaan UUD 1945 dijelma lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran.
2.      Meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari Undang-Undang Dasar 1945.
3.      Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar Negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis).[4]

            Pancasila sebagai ideologi, pancasila mengandung pengertian merupakan ajaran, gagasan, doktrin, teori atau ilmu yang diyakini kebenarannya dan menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia. Dengan demikian ideologi Pancasila merupakan ajaran, doktrin, teori dan ilmu tentang cita-cita (ide) bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya dan disusun secara sistematis serta diberi petunnjuk dengan pelaksanaan yang jelas.
            Selain ideologi Negara, pancasila juga berperan sebagai ideologi terbuka. Ideologi terbuka mengandung pengertian ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman yang ditandai adanya dinamika secara internal.
            Keterbukaan ideologi pancasila terutama dalam penerapannya yang terbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunnia modern. Kita mengenal ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai dengan keadaan, dan nilai praktis berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Sekalipun demikian, perwujudan ataupun pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap mengadung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya.
            Pancasila dalam pengertian ini sering disebut juga sebagai pegangan hidup, pedoman hidup, pertunjuk hidup dan jalam hidup. Sebagai pandangan hidup bangsa, pancasila berfungsi sebagai pedoman atau petunjuk dalam kehidupan sehari-hari. Ini berarti, pancasila sebagai pandangan hidup merupakan petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan di segala bidang.
            Ini berarti, sebagai halnya bendera merah putih sebagai cirri khas bangsa atau Negara Indonesia yang membedakan dengan bangsa atau Negara lain, pancasila juga merupakan cirri khas bangsa Indonesia yang tercermin dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang senantiasa selaras, serasi dan seimbanga sesuai dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri.[5]

D.    Makna Pancasila
            Pancasila mempunyai lima sila memang terkadang sering disalah artikan sehingga menyebabkan multitafsir dari masyarakat umum. Pancasila dalam posisinya sebagai ideologi Negara Indonesia memang memiliki peran vital dan penting, oleh karenanya pemahaman arti pokok pancasila harus dipahami secara benar. Pentingnya pancasila dalam kehidupan bernegara dibuktikan adanya pendidikan pancasila ini.

1.      Burung Garuda
            Burung garuda merupakan mitos dalam mitologi Hindu dan Budha. Garuda dalam mitos tersebut digambarkan sebagai makhluk separuh burung (sayap, paruh, cakar) dan separuh manusia (tangan dan kaki). Garuda sebagai lambang Negara menggambarkan kekuatan dan kekuasaan, warna emas melambangkan kejayaan. Karena peran garuda dalam cerita pewayangan Mahabhrata dan Ramayana, maka Posisi kepala garuda menoleh ke kanan.
            Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), antara lain:
1.      Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
2.      Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
3.      Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
4.      Jumlah bulu di leher berjumlah 45

2.      Perisai
            Perisai merupakan lambang pertahanan Negara Indonesia, gambar perisai tersebut dibagi menjadi lima bagian, bagian latar belakang dibagi menjadi empat dengan warna merah putih yang melambangkan warna bendera nasional Indonesia, dan perisai kecil miniature dari perisai yang besar berwarna hitam berada tepat ditengah-tengah. Garis lurus horizontal yang membagi perisai tersebut menggambarkan garis khatulistiwa yang tepat melintasi Indonesia di tengah-tengah. Setiap gambar yang terdapat pada perisai tersebut Indonesia ditengah-tengah. Setiap gambar yang terdapat pada perisai tersebur berhubungan dengan simbol-simbol dari sila pancasila, yaitu.
1.      Bintang Lima
Sila ke-1 : Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perisai hitam dengan sebuah bintang emas berkepala lima menggambarkan lima agama di Indonesia, yaitu Islam, Kristen Katholik, Kristen Protestan, Hindu dan Buddha.
2.      Rantai Emas
Sila ke-2 : Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Rantai yang tersusun atas gelang-gelang kecil ini menandakan hubungan manusia antara satu dengan yang lain yang saling berhubungan.
3.      Pohon Beringin
Sila ke-3 : Persatuan Indonesia
Pohon beringin adalah sebuah pohon yang memiki banyak akar yang menggelantung dari ranting-rantingnya. Hal ini menggambarkan Indonesia sebagai Negara kesatuan yang memiliki berbagai budaya yang berbeda-beda.
4.      Kepala Banteng
Sila ke-4 : Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawatan/Perwakilan
Banteng adalah binatang social, sama halnya dengan manusia. Cetusan presiden Soekarno dimana pengambilan keputusan yang dilakukan bersama (musyawarah), gotong-royong, dan kekeluargaan merupakan nilai-nilai khas bangsa Indonesia.
5.      Padi dan Kapas
Sila ke-5 : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakya Indonesia
Padi dan kapas yang menggambarkan sandang dan pangan merupakan kebutuhan pokok setiap masyarakat Indonesia tanpa melihat status maupun kedudukannya. Hal ini menggambarkan persamaan social dimana tidak adanya kesenjangan social antara yang satu dengan yang lainnya, namun hal ini bukan berarti bahwa Negara Indonesia menggunakan ideologi komunisme.
6.      Pita
Pita yang dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyang Negara Indonesia, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu” yang menggambarkan keadaan bangsa Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam suku, budaya, ada-istiadat dan kepercayaan, namun tetap satu bangsa, bahasa dan tanah air.[6]

E.     PARADIGMA PANCASILA
            Istilah paradigma berasal dari Latin yaitu paradeigma yang berarti pola. Istilah paradigma pertama kali dikemukakan oleh Thomas Khun dalam karya monumentalnya, struktur Revolusi Ilmu Pengetahuan. Ia mengartikan paradigma sebagai pandangan mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subjeck matter). Gagasan utama Khun adalah memberikan alternatif baru sebagai upaya menghadapi asumsi yang berlaku umum di kalangan ilmuwan tentang perkembangan ilmu pengetahuan, yang pada umumnya berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmu pengetahuan tersebut terjadi secara kumulatif. Pandangan demikian sebagai mitos yang harus dihilangkan. Sedangkan Khun berpendirian bahwa ilmu pengetahuan berkembang tidak secara kumulatif melainkan secara revolusi. Dengan pengertian revolusi, Khun menjelaskan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan akan terjadi melalui pergantian paradigma. Paradigma yang lama diganti, baik secara menyeluruh maupun sebagian, dengan paradigma.[7]
1.      Pancasila dalam Konteks Negara Hukum
            Dalam UUD 1945 telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum, bukan negara kekuasaan. Eksistensi Indonesia sebagai negara hukum ditandai dengan dengan beberapa unsur pokok seperti adanya pengakuan prinsip-prinsip supremasi hukum dan konstitusi, adanya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam UUD 1945, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.
            Titik Mulyadi menjelaskan bahwa pemerintahan berdasarkan hukum merupakan pemerintahan yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan tidak berorientasi kepada kekuasaan. Pada negara berdasarkan atas hukum, hukum ditempatkan sebagai acuan tertinggi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahannya (supremasi hukum) sehingga dianut tentang “ajaran kedaulatan hukum” yang menempatkan hukum pada kedudukan tertinggi.[8]
            Secara teoritis konsep negara hukum yang dianut Indonesia tidak dari dimensi formal, melainkan dalam arti materi atau lazim dipergunakan terminologi Negara Kesejahteraan (Welfare State) atau “Negara Kemakmuran”. Oleh karena itu, tujuan yang hendak dicapai negara Indonesia adalah terwujudnya masyarakat adil dan makmur baik spiritual maupun materi berdasarkan Pancasila, sehingga disebut juga sebagai negara hukum yang memiliki karakteristik mandiri. Konkritnya, kemandirian tersebut dikaji dari perspektif penerapan konsep dan pola negara hukum pada umumnya sesuai kondisi bangsa Indonesia dengan tolak ukur berupa Pancasila. Oleh karena itu, Negara Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila. Dengan kata lain, negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri khas Indonesia. Karena Pancasila diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum, negara hukum Indonesia bisa juga dinamakan negara hukum Pancasila.[9] Dengan kata lain, negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri khas Indonesia. Karena Pancasila diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum, negara hukum Indonesia bisa juga dinamakan negara hukum Pancasila.[10]
            Pancasila dalam konteks negara hukum pada dasarnya memiliki beberapa karakteristik yang memberikan pengaruh pada tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
            Pertama, Pancasila menghendaki keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat dengan mengedepankan asas kerukunan. Asas kerukunan dalam negara hukum Pancasila dapat dirumuskan maknanya baik secara positif maupun negatif. Dalam makna positif, kerukunan berarti terjalinnya hubungan yang serasi dan harmonis, sedangkan dalam makna negatif berarti tidak konfrontatif, tidak saling bermusuhan. Dengan makna demikian, pemerintah dalam segala tingkah lakunya senantiasa berusaha menjalin hubungan yang serasi dengan rakyat.
            Kedua, Pancasila menjamin adanya kebebasan beragama. Hal ini menunjukkan adanya komitmen yang diberikan oleh negara kepada warga negaranya untuk mengimplementasikan kekebasan dalam memeluk dan beribadat menurut agamanya tanpa khawatir terhadap ancaman dan gangguan dari pihak lain.
            Ketiga, Pancasila mengedepankan asas kekeluargaan sebagai bagian fundamental dalam penyelenggaraan pemerintah. Menguatnya asas kekeluargaan ini memberikan kesempatan atau peluang kepada rakyat banyak untuk tetap survive guna meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya, sejauh tidak mengganggu hajat hidup orang banyak.
            Keempat, Pancasila mengedepankan prinsip persamaan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Secara konstutusional UUD 1945 Pasal 28D memberikan landasan untuk lebih menghargai dan menghayati prinsip persamaan ini dalam kehidupan negara hukum Pancasila, yakni antara lain : 1) setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum; 2) setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja; 3) setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Penegakan prinsip persamaan ini menjadi persyarat dalam rangka mendukung eksistensi negara hukum Pancasila untuk mengaktualisasikan atau mengimplementasikan komitmennya dalam mensejahterahkan kehidupan lapisan masyarakatnya sebagai misi dari penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri.[11]
2.      Pacasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
            Pembangunan nasional yang dilancarkan negara pada hakikatnya merupakan usaha modernisasi dalam berbagai bidang kehidupan. Kondisi ini dapat diartikan sebagai suatu usaha transformasi total dari pola kehidupan tradisional kepada pola kehidupan modern sesuai dengan kemajuan jaman serta didukung oleh ilmu pengetahun dan teknologi. Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan tersebut, hukum harus menampakkan perannya. Dalam Pandangan Prof. Mochtar Kusumaatmadja.[12]
            Dengan demikian, pembangunan hukum dalam kerangka pembangunan nasional harus dilakukan atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut merupakan hasil konsensus bersama dari masyarakat yang menjadi sumber dan motivasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang dalam konteks Indonesia disebut dengan Pancasila. Karena itu, secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan hukum dalam kerangka pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa segala aspek pembangunan hukum dalam kerangka pembangunan nasional.
            Untuk itu, Pancasila secara utuh harus dilihat sebagai suatu national guidelines, sebagai national standard, norm and principles yang sekaligus memuat human rights and human responsibility. Pancasila juga harus dilihat sebagai margin of appreciation sebagai batas atau garis tepi penghargaan terhadap hukum yang hidup dalam masyarakat yang pluralistik (the living law) sehingga dapat dibenarkan dalam kehidupan hukum nasional. Tolak ukur dengan mengacu pada kandungan nilai-nilai Pancasila untuk membentuk hukum, dengan tetap berbasis pada nilai-nilai yang tertuang dalam 5 (lima) sila tersebut.[13]



[1] Ridwanaz, Kewarganegaraan, diakses dari http://ridwanaz.com/umum/kewarganegaraan/mengetahui-arti-atau-pengertian-pancasila/, 15 Okteber Pukul 21.02
[2] Madhy Prayithno,Sejarah lahirnya pancasila, diakses dari http://makalah-ahmadias.blogspot.com/2011/11/sejarah-lahirnya-pancasila.html, 15 Okteber 2014 20.23
[3] Wikipedia, Pancasila, diakses dari  http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila, 15 Okteber 2014 Pukul 22.31 
[4] Syahar, Syaidus, Pancasila Sebagai Paham Kemasyarakatan Dan Kenegaraan Indonesia, (Bandung: Alumni, 1975), hlm:110-112.
[5] Assayidiq, Pancasila Sebagai Ideologi, diakses dari http://istifunnyassyidiq.wordpress.com/bab-i-pancasila-sebagai-ideologi-dan-dasar-negara/ 16 Okteber 2014, jam 16.21
[6] Andy Alik Awitrom, Sejarah Lahirnya Pancasila, diakses dari http://awitro.blogspot.com/,  16 Okteber 2014, jam 16.50
[7] Mikhael Dua, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Ledalero,  Maumere, 2007, hlm 124-131
[8] Lilik Mulyadi, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Alumni, Bandung, 2007, hlm. 62.
[9] Ibid, hlm. 33-34.
[10] Iriyanto A. Baso Ence, Negara Hukum & Hak Uji Konstitusionalitas Mahkamah Konstitusi, Alumni, Bandung, 2008, hlm. 34.
[11] Ibid., hlm. 53.
[12] Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembanguan, Kumpulan Karya Tulis, Alumni, Bandung, 2006, hlm. 20.
[13] Endang Sutrisno, Bunga Rampai Hukum dan Globalisasi, Genta Press, Yogyakarta, 2007, hlm. 102.

No comments:

Post a Comment